Sabtu, 15 Januari 2011

PEMBERDAYAAN POTENSI DESA CANGGU DALAM PERAN PEMERINTAH DAERAH

PEMBERDAYAAN POTENSI DESA CANGGU
DALAM PERAN PEMERINTAH DAERAH


MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Desa Kota
Yang Dibimbing oleh Bapak Djoko Soelistijo




Oleh :
Rosalia Afin Annisakh
(208821412142)


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
Mei 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa sebagai kesatuan masyarakat memiliki kesamaan tiga hal yang dalam bahasa Jawa adalah : rangka (wilayah), darah (satu keturunan), dan wilayah (ajaran/ adat istiadat) dan ini merupakan sebuah modal/potensi yang dikembangkan untuk terbentuknya sebuah desa. Desa yang dapat dikembangkan untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik akan mempermudah pemerintah dalam pembangunan secara merata.
Desa Canggu adalah desa yang mempunyai potensi yang cukup dalam pengembangan desanya. Bila dilihat dari prespektif geograf yang memandang historikal dan kompleks wilayahnya. Tak akan terkuak keistimewaan desa ini tanpa adanya peneliti ataupun campur tangan dari pemerintah untuk pemeliharaannya.
Sumber mata air yang melimpah dan lahan yang tersedia membuat masyarakatnya berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui mata pencaharian sebagai petani dan peternak ikan. Jika tak ada yang dapat membantu dalam pengelolaannya dimungkinkan adanya pendegradasian lahan karena penggunaan yang salah, tanpa kendali pemerintah.
Dengan banyaknya potensi baik dibidang wisata dan pangan akan memberi keuntungan bagi pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Sebagaimana yang tertuang dalam UUD ’45 tentang kewajiban negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Dengan dasar seperti di atas maka akan dibahas dalam makalah ini tentang pengertian desa, klasifikasi desa, potensi desa Canggu, analisis SWOT, dan Pengembangan dalam desa Canggu dengan judul Pemberdayaan desa canggu Dalam peran pemerintah daerah ”macan putih”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari desa?
2. Bagaimana pengklasifikasian desa dilihat dari perkembangannya?
3. Bagaimana potensi yang dimiliki oleh Desa Canggu?
4. Bagaimana analisis SWOT Desa Canggu?
5. Bagaimana pemberdayaan desa yang harus dilakukan setelah diketahui potensi dan analisisnya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian desa.
2. Untuk dapat mengkalasifikasikan desa yang diteliti.
3. Untuk menginventarisir potensi yang dapat dikembangkan.
4. Untuk mengorganisir kelemahan dan kekuatan yang ada pada desa Canggu.
5. Untuk memberdayakan desa agar masyarakat dengan mudah dapat mengelola dan memanfaatkan potensi dengan optimal dan rasional.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Desa
Desa mempunyai banyak pengertian yang bergantung pada siapa yang memandang desa. Desa menurut pandangan geografi adalah suatu perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisigrafis, sosial, ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah lain. Sedangkan dalam pengertian lain menurut UU No. 5 Tahun 1979 desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI. Berbeda lagi dengan pengertian yang dikemukakan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Dalam semua pengertian di atas meski banyak pandangan tapi mempunyai makna yang hampir sama. Dengan pokok bahasan yang menunjukkan perbedaanya dengan wilayah kota. Dari berbagai pengertian desa akan didapat suatu kesimpulan bahwa desa adalah perwujudan geografis. Berikut pengertian dari berbagai aspek tentang desa.
Aspek Morfologi:Pemanfaatan lahan/tanah oleh penduduk yang bersifat agraris
untuk bangunan atau tempat tinggal yang terpencar

Aspek Jumlah Penduduk:Tempat yang didiami oleh sejumlah penduduk dengan
kepadatan yang rendah

Aspek Ekonomi: Wilayah yang penduduknya bermatapencaharianpokok
di bidang pertanian atau nelayan

Aspek Sosial Budaya:Wilayah dimana hubungan antar penduduk bersifat
khas: kekeluargaan, tidak banyak pilihan atau homogen dan gotong royong

Aspek Hukum:Sebagai kesatuan wilayah hukum diaman bertempat tinggal suatu
masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri

Aspek Administrasi:Merupakan satu kesatuan adminitratif yang dikenal dengan
istilah kelurahan karena pimpinan desanya adalah Lurah

Aspek Geografi:Suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan
lingkungannya. Hasil dari perpaduan tersebut sebagai suatu wujud atau kenampakan
yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya
yang saling berinteraksi diantara unsur-unsurtersebut dan juga dalam hubungannya
dengan daerah-daerah lain.


B. Klasifikasi Desa
Desa yang telah dipaparkan pengertian di atas akan sangat berpengaruh dalam pengklasifikasiannya. Desa dapat diklasifikasikan menurut 2 hal, yaitu:
1.MenurutAktivitasnya:
Desa Nelayan, Desa agraris, Desa Industri

2. Menurut Tingkat Perkembangannya
> Desa Swadaya
Ciri-cirinya:
a. Sebagai besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam
b. Hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari
c. Administrasi desa belum dilaksanakan dengan baik
d. Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik
e. Tingkat pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah
f. Belum mampu dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri
> Desa Swakarya (Transisi)
Ciri-cirinya:
a. Sudah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri
b. Lembaga sosial desa dan pemerintahan sudah berfungsi
c. Administrasi desa sudah berjalan
d. Adat-istiadat mulai longgar
e. Mata pencaharian mulai bearagam
f. Sudah ada hubungan dengan daerah sekitarnya

> Desa Swasembada
Ciri-cirinya:
a. Sarana dan prasarana desa lengkap
b. Pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik
c. Pola piker masyarakat lebih rasional
d. Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan

Sedangakan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pengklasifikasian menurut tingkat perkembangannya. Desa Canggu dengan karakteristik desa yang mempunyai lembaga sosial yang sudah berfungsi dengan baik, contohnya saja adanya perkumpulan masyarakat tani. Adat istiadat sudah mulai longgar meskipun ada Candi Surowono tapi sudah tak ada lagi penyembahan-penyembahan dan atheisme disana. Mata pencaharian yang kebanyakan sebagai petani dan peternak ikan ini bukan berarti tak beragamnya. Banyak juga pedagang yang memasarkan hasil tanam dan ternaknya ke pasar.
Dengan karakteristik yang ada maka Desa Canggu dapat dikatakan sebagai Desa Swakarsa atau desa transisi. Desa ini dapat dikembangkan lebih pesat sebagai desa swasembada meski sedikit sulit karena angkutan umumnya masih belum memadai.
C. Potensi Desa Canggu
Lokasi :
Dusun Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Gua Sumber Penguripan. Gua yang terletak di wilayah Utara, sekitar 24 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kediri tersebut, sudah ada semenjak zaman Kerajaan Majapahit. Lokasi Candi Surowono (5 kilometer dari lokasi gua) yang diperkirakan dibangun sejak 1400 Masehi. Lokasi candi yang berlatar belakang agama Hindu tersebut, ditemukan bersamaan dengan penemuan lokasi gua.

Gua tersebut terletak di tanah warga setempat, yaitu milik Samsul (53) dan Mistiatun (48). Dengan ketinggian sekitar 8 meter dari atas permukaan tanah, gua tersebut terkesan misterius.

Keadaan Iklim :
Desa Canggu dijuluki desa sumber air. Di lokasi ini terdapat sedikitnya 6 mata air atau sumber air, di antaranya di Sumber Canggu, Sumber Kencong, Sumber Dempok, Sumber Makalan, Sumber Drajat (yang saat ini sudah diubah menjadi lokasi pemandian), dan Sumber Kahuripan.

Semua sumber mata air tersebut hampir tidak pernah mati di setiap musim. Bahkan, debit air mulai dulu hingga sekarang masih tetap.
Dari info tersebut menunjukkan bahwa iklim di daerah tersebut termasuk iklim yang basah. Karena mata pencaharian masyarakatnya sebagai petani dan peternak ikan jadi dapat dianalisis bahwa keadaan iklim yang ada di daerah ini B menurut tabel scmitd-ferguson sedangka menurut Oldeman B2 karena penanaman padi disana biasanya 2 tahun sekali masa panen.

Kesuburan tanah:
Kesuburan tanahnya juga dapat dilihat dari kondisi iklim yang telah dipaparkan pada penjelasan di atas. Dengan masa tanam padi 2 tahun sekali maka kesuburan tanah dapat digolongkan sebagai tanah yang subur dengan banyak humus.

Tata Air :
Tata airnya didapat dari sumber air yang melimpah yang berada di daerah tersebut. Pengairan untuk daerah pertanian dapat memanfaatkan aliran sungai ataupun sumber mata air dari 6 mata air. Untuk perikanan sangat dibutuhkan banyaknya sumber daya air, tetapi daerah ini mampu memasok sendiri tanpa harus memaksa alam mengeluarkannya. Dengan keadaan tersebut membuat para peternak ikan tak akan kesulitan dalam hal air.
Tak akan ditemui kelangkaan air dalam tiap musimnya. Penggunaan air yang melimpah belum seluruhnya dioptimalkan. Seharusnya dengan persediaan air itu dapat dimanfaatkan untuk pengoperasian PLTA di lingkungan sekitar.
Keadaan Ekonomi :
Dari 2.710 kepala keluarga (KK) di lokasi itu, berhasil disejahterakan karena sumber mata air membuat tanaman warga tidak pernah kekeringan setiap tahun, sehingga hasil produksi juga melimpah.
Luas lahan di daerah itu mencapai 550 hektar. Dari luas itu, sebagian besar bekerja sebagai petani dan peternak ikan. Rata-rata, mereka beternak ikan air tawar, seperti nila, lele, dan tombro. Bahkan, karena melimpahnya sumber air, mereka dapat memperluas pasar penjualan ikan, dengan mampu mengirimkan ke beberapa daerah di luar Jawa Timur, seperti Jawa Barat, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.

Keadaan Budaya :
Lokasi Candi Surowono (5 kilometer dari lokasi gua) yang diperkirakan dibangun sejak 1400 Masehi. Lokasi candi yang berlatar belakang agama Hindu tersebut, ditemukan bersamaan dengan penemuan lokasi gua.

Dengan adanya fakta tersebut budaya yang ada di daerah tersebut juga kental dengan kebudayaan Hindu. Meskipun masyarakatnya sudah beralih ke agama islam namun kebudayaan nenek moyang juga masih dilestarikan. Seperti misalnya bersih desa yang dipercaya untuk mengusir roh0roh jahat yang ada di desa tersebut (tolak balak).

D. Analisis SWOT Desa Canggu
Kekuatan :
1. Sumber mata air yang melimpah
2. Lahan pertanian dan peternakan ikan yang luas
3. Masyarakat yang cinta lingkungan dan ramah
4. Banyaknya situs sejarah

Kelemahan :
1. Sarana dan prasarana transportasi terbatas
2. Publikasi yang kurang
3. Belum tersentuh oleh para peneliti
4. Kurangnya sumberdaya manusia yang ahli dalam masyarakat

Peluang :
1. Objek penelitian
2. Lokasi bersejarah
3. Budidaya ikan
4. Wisata alam
5. Penyuplai air bersih
6. Industri Pengalengan ikan tawar

Ancaman :
1. Belum adanya peneliti lokal ataupun mancanegara yang berani masuk ke dalam gua bagian selatan.
2. Perawatan candi dan gua alam belum terurus, bahkan belum ada upaya yang maksimal dalam pengelolaan karena lahan masih milik warga.
3. Kurangnya sosialisasi pengetahuan tentang budidaya ikan yang modern agar produksi baik dan hasil melimpah.
4. Dana yang dibutuhkan cukup besar bagi pemerintah karena lahan milik warga harus dibebaskan agar pengelolaan berjalan dengan lancar.
5. Belum diteliti kadar mineral yang ada di daerah tersebut sudah layak ataukah masih ada zat-zat yang berbahaya.
6. Belum adanya investor yang tertarik atau tahu tentang potensi perikanan yang dimiliki oleh Desa Canggu.


E. Pemberdayaan Desa Canggu

Pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan yang tidak seimbang sebagaimana selama ini terjadi akan menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam kehidupan. Persoalan-persoalan yang dihadapi wilayah desa dan kota adalah masalah-masalah yang spesifik, sebab masing-masing wilayah mempunyai potensi yang berlainan. Desa yang lebih berkesan sebagai kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional, mempunyai banyak ketertinggalan dibanding dengan kota. Salah satu tujuan pembangunan wilayah pedesaan adalah menyeterakan kehidupan masyarakat desa dan kota sesuai dengan potensi yang dimiliki desa.

Untuk melakukan pembangunan desa, ada beberapa hal yang tidak dapat diabaikan diantaranya adalah latar belakang, pendekatan, konsep maupun kenyataan-kenyataan yang terjadi di setiap desa. Beberapa hal yang perlu untuk mendapat perhatian dalam pembangunan wilayah pedesaan adalah:
a. Pembangunan masyarakat desa masih bersifat dekonsentrasi. Disisi lain, sifat ragam dan hakikat desa sangat beranekaragam yang secepatnya membutuhkan penanganan. Disamping itu, titik berat pelaksanaan otonomi daerah yang terletak pada kabupaten menggambarkan kebulatan karakter pedesaan wilayahnya.
b. Perangkat desa perlu mendapat bantuan teknis dan insentif. Perangkat desa yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan desa, keadaannya secara umum masih membutuhkan bantuan teknis yang efektif. Bantuan teknis dan efektif yang dibutuhkan diantaranya adalah :
1) kesejahteraan, artinya pendapatan para kepala desa dan perangkatnya yang masih menjadi masalah, kualitas ketrampilan, kewibawaan, kemampuan, kejujuran dan dedikasi para perangkat desa masih perlu ditingkatkan dengan bantuan pemerintah. Di Desa Canggu kepala desanya biasa diberi lahan untuk digarap.
2) Kemampuan membangun masyarakat Desa Canggu mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai mengawasi masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana atau dalam banyak hal masih tanpa mekanisme manajemen sama sekali.
3) Mekanisme kerja antara pemerintah Desa Canggu dan pemerintahan diatasnya perlu dimantapkan. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang dipersiapkan desa beserta masyarakatnya disambut baik dan terwujud dalam pelaksanaannya tanpa modifikasi ataupun penghilangan yang pokok demi kepentingan desa. Dan agar pembangunan jangan berlangsung secara birokratis yang berlebihan.
c. Dana pembangunan desa secara lintas sektoral masih belum bermanfaat bagi masyarakat desa. Karena itu dibutuhkan usaha dan dorongan yang kuat, sehingga mekanisme proyek pembangunan desa yang berlangsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa melalui pemerintahan paling bawah.
d. Kurangnya keterpaduan kepentingan antar sektor, sehingga dibutuhkan koordinasi lintas sektoral tentang pemerintahan desa melalui penyatuan program, misi dan visi pembangunan. Hal ini dikarenakan setiap sektor mempunyai visi dan misi yang ideal mengenai pembangunan wilayah pedesaan. Sehingga masing-masing sektor cenderung untuk berpegang teguh secara prinsip pada fungsi pokoknya dan memegang asumsi bahwa secara fungsional tidak ada kewenangan untuk mencampuri sektor lain.

Sasaran Pembangunan Desa Canggu
Perlu untuk disadari bahwa proses pembangunan adalah suatu proses perubahan masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu gerakan dari situasi lama (tradisional) menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern) dan belum dikenal oleh masyarakat. Perubahan yang dilakukan tersebut akan melalui proses transformasi dengan mengenalkan satu atau beberapa fase antara. Pembangunan masyarakat (pedesaan) memerlukan suatu proses dan model tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan). Di sisi lain perlu pula untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sehingga perencanaan pembangunan baik sosial maupun budaya selalu perlu menyadari dan menemukan indikasi-indikasi perubahan tuntutan.
Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari bawah. Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini koordinasi antara pemerintah desa dengan jajaran di atasnya (Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus dilakukan dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Kabupaten.
Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa sebagai obyek pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa subyek pembangunan yang mantap. Artinya obyek pembangunan adalah desa secara keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan yang ada di pedesaan. Sehingga menjadikan desa memiliki klasifikasi desa swasembada. Yaitu suatu desa yang berkembang dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya menunjukkan kenyataan yang makin meningkat.

Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar berada di sektor pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, pertukangan kayu, dan kesejahteraan keluarga.

Pemberdayaan Potensi Desa dalam Rangka Pengembangan Pedesaan
Munculnya Kesenjangan tingkat pertumbuhan dan kemajuan yang terjadi antara pedesaan dan perkotaan telah melahirkan kesenjangan. Kondisi kesenjangan ini semakin diperburuk lagi dengan adanya krisis ekonomi yang mempengaruhi berbagai bidang kehidupan masyarakat desa baik ekonomi, sosial maupun budaya. Hal tersebut tercermin dari banyaknya jumlah masyarakat yang tergolong miskin.
Untuk menunjang upaya redistribusi aset-aset ekonomi sampai ke pedesaan, maka paradigma pembangunan diubah menjadi pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Dengan kondisi masyarakat pedesaan yang lebih berdaya maka diharapkan partisipasi interaktif dan swakarsa masyarakat pedesaan lebih aktif dalam pembangunan. Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sudah selayaknya menjadi misi yang senantiasa melandasi setiap gerak dan langkah pembangunan nasional.

Upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan yang mengaktualisasikan paradigma pembangunan harus lebih mengarah kepada langkah-langkah yang menuju pemerataan kemakmuran. Karena itu visi pembangunan nasional terhadap wilayah pedesaan hendaknya merupakan pembangunan pedesaan untuk kemakmuran rakyat demi tercapainya keserasian dengan masyarakat kota, sedangkan misi yang diemban perlu antara lain memprioritaskan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan. Disi lain, realisasi konsep otonomi daerah mensyaratkan adanya distribusi hasil pembangunan secara adil dan proporsional pada setiap daerah, serta secara politis mensyaratkan adanya pemencaran kekuasaan (dispersed of power).

Pembinaan terhadap masyarakat desa dilakukan dengan pendekatan sosial budaya yang mempergunakan sistem sosisal politik masyarakat setempat untuk berkomunikasi. Walaupun memperhitungkan kemungkinan perubahan sosial secara sosial pula. Pengetahuan masyarakat tentang bertani pun juga masih sangat tradisional sekali.
Pemasaran hasil produksi

Kendala utama usaha-usaha yang dirintis di pedesaan adalah situasi harga yang fluktuatif atau karena hilang atau berkurangnya kesempatan. Kesempatan pasar atau pemasaran hasil produksi desa merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi desa. Membaiknya pemasaran hasil produksi di desa akan mendukung masuknya modal ke daerah pedesaan. Dan sebaliknya, lesunya pemasaran akan menghambat perekonomian dan produktivitas desa. Karena itu, dalam sistem pemasaran produk desa perlu adanya suatu sistem yang mampu menumbuhkan kebijaksanaan pemerintah, mampu mengikuti mekanisme atau tata niaga ekonomi pasar yang berlaku.

Untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan dan aspek ketidakmampuan masyarakat desa khususnya dibidang mendinamisasikan kegiatan dan kehidupan masyarakat, perlu adanya suatu program pendukung yang bersifat menyeluruh bagi pertumbuhan desa. Program-program ini dimaksudkan untuk membawa masyarakat desa setahap demi setahap mampu menjangkau pertumbuhan ekonomi desa menjadi lebih cepat tumbuh dan berkembang. Program-program dan usaha pembangunan desa yang dapat menciptakan suasana pra-conditioning untuk tumbuh dan berkembang adalah
a. Sistem kepemimpinan di desa
Sistem kepemimpinan di desa baik yang bersifat kepemimpinan formal maupun informal, baik yang berdasarkan agama maupun organisasi masyarakat adalah sistem yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dan menghidupkan inisiatif, kreativitas, dan produktivitas masyarakat desa. Jiwa dan ide kepemimpinan dengan dasar apapun selalu mengutamakan inspirasi dan aspirasi masyarakat dan harus mampu menyalurkan menjadi landasan pembangunan oleh, dari dan untuk masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin masyarakat desa harus mampu melihat kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembinaan kelembagaan
Pembinaan kelembagaan ini adalah merupakan usaha menggerakkan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Karena lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh atas inisiatif masyarakat desa, perlu terus dibina dan dilestarikan keberadaannya agar lebih tumbuh dan berkembang. Sehingga mampu lebih efektif dalam mendukung program dan rencana masyarakat maupun pemerintah.
c. Peningkatan kualitas SDM
Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sangat didukung oleh kualitas aparat pemerintah desa dan masyarakat yang turut sebagai pelaku pembangunan. Karena itu perlu disusun sebuah rencana program peningkatan kualitas dan kemampuan masyarakat yang berupa pendidikan, pelatihan umum, pelatihan tenaga kerja, penyuluhan, kegiatan stimulasi dan demonstrasi-demonstrasi. Di sisi lain transfer teknologi kepada aparatur pemerintah dan fungsionaris pembangunan perlu juga untuk dilakukan.
d. Bantuan teknis
Bantuan teknis ini merupakan unsur pendukung proses pembangunan masyarakat desa. Hal ini dibutuhkan dalam hal masyarakat memiliki sedemikian rupa rendahnya kualitas sumberdaya, potensi alam, dan kesempatan ekonomi sehingga perlu mendapatkan dukungan dari luar masyarakat setempat.
























BAB III
PENUTUP

Pembangunan masyarakat pedesaan dimaksudkan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan yang demikian hanya akan dapat terlaksana bila langkah teknis dan ekonomis dilaksanakan setelah masalah inti sosial budaya suatu masyarakat diketahui. Berdasarkan ini kemudian menjadikannya sebagai tumpuan berbagai langkah pembangunan ekonomi dengan sektor teknisnya. Manusia yang secara sosiologis memerlukan interaksi dengan komunitasnya untuk tumbuh dan berkembang, jarang sekali berani berkembang sendiri menjauhi norma-norma dan harapan masyarakat. Sebagaimana perkembangan komunitas memerlukan individu untuk berkembang dan begitu juga individu memerlukan komunitas sebagai tumpuan dan landasan berbagai hal hakiki.

Pembangunan manusia seutuhnya akan lebih berhasil bila pembangunan pada daerah pedesaan dilakukan berdasarkan potensi sumberdaya alamnya. Sehingga untuk mampu memberdayakan potensi sumberdaya alamnya, maka bakat dan kemampuan sumberdaya manusianya juga perlu untuk ditingkatkan. Dengan demikian, kemajuan wilayah pedesaan akan menjadi imbang dengan wilayah perkotaan. sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi dalam kehidupan antara penduduk desa dan kota tidak akan terjadi.










DAFTAR PUSTAKA


Arief, Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Orba Shakti. Bandung
Effendi, tadjudin N dan Chris manning. 1991. Rural Development and Non-Farm Employment in Java. Resource system Institute. East-West Center.
Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and Regional Development. The United nations Centre for Regional Development. Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore
Ginanjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta
Jito. 2009. Strategi Pemerintah Dalam Menyerasikan Pembangunan Desa dan Kota di Era Otoda.
Soekadijo, R., G. 1984. Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan. Penerbit : PT Gramedia, Jakarta.
Soekanto, S. 1983. Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Penerbit : PT Ghalia Indonesia.

Jumat, 20 Agustus 2010

Malaikat bumi



Dear Malaikat Bumiku

Cantik dan manis sosoknya terlihat olehku. Beliau kuat dalam berpikir juga bertindak.
Q menyebutnya malaikat bumi. Q tau tak sedikit q menyakiti beliau. Q yakin beliau sakit. Tapi yang lebih q tau beliau tetap menemani dan menyayangiku.

Ibu...hari ini engkau datang menjenguk anakmu ke Malang bersama bapak. Hmmm....senangnya hatiku.... :D

Puasa2 seperti ini rasanya inginku berbuka puasa dari tanganmu. Ibu...tak henti2nya q memanggil namamu. Walau tak kau tahu, q selalu memandangimu saat engkau tertidur lelap setiap q pulang ke rumah. Wajah yang terlihat lelah untuk berjuang menjalani kehidupan. Q kuliah di malang dengan penuh semangat akan berusaha membahagiakan dan tak kan kecewakanmu. AKU BERJANJI!!!

Ibu...tulisanku ini hanya untuk melepaskan rasa kangenku padamu. Hampir saja tetes demi tetes air mataku meleleh. Tenggorokan q rasanya tertekan akibat menahan air mata agar tak jatuh. Ibu...Aku (anakmu) sayang dan bangga akan perjuangan yang telah engkau bagi dengan orang lain, bukan hanya dengan keluarga.


Sangdokterbumi yang akan berbakti padamu...

Bersama sinar

Apakah si?
Lalu terdapat nar...??
Jika tak ada Si maka kasian nar...tak kan terlihat indahnya...
Saat itu bukan malam tapi juga bukan siang...
Ternyata ada...

Si bertemu nar...
Tak kan terlihat sekelilingnya...
Pancarnya terlalu terang...
Klimaks.

SINAR!!!!!
telah bersama...

SINAR!!!!!
ada dan satu...

Redup tapi tak mati...
Hilang dan lelap...

Selasa, 13 Juli 2010

Analisis Jurnal

ANALISIS JURNAL GEOMORFOLOGI

Vol. 1 No. 3 September 2006: 115-128

Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan, mendefinisikan, serta menjabarkan bentuk lahan dan proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya lahan tersebut, serta mencari hubungan antara proses-proses dalam susunan keruangan (Van Zuidam, 1977). Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah yang ada dalam bentuk lahan merupakan salah satu obyek kajian geomorfologi. Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Pengelolaan air bawah tanah adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup segala usaha inventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah.

Air bawah tanah saat ini sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting bahkan di beberapa tempat menjadi strategis.

Pemanfaatan air bawah tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air bawah tanah itu sendiri maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya jumlah dan mutu air bawah tanah, penyusupan air laut dan amblesan tanah. Agar pemanfaatannya dapat optimal tanpa menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan pedoman perencanaan pendayagunaan air bawah tanah.

Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi di mana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah

cukup, dan ekonomis.

Pengambilan air bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau tujuan lain. Misalnya saja untuk mengadakan penelitian dalam rangka konservasi dan pemanfaatan lahan yang akan ditindaklanjuti dengan inventarisasi air bawah tanah. Inventarisasi air bawah tanah adalah kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah.

Nyoman Sumawijaya, dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI mengungkapkan pada Prosiding Tridasawarsa Puslitbang Geoteknologi-LIPI tahun 1994, bahwa:

Pemompaan air tanah dari cekungan jakarta meningkat terus setiap tahunnya. Sampai dengan tahun 1985 pemompaan setiap tahunnya mencapai sekitar 100 juta m3. Pemompaan ini sudah melebihi kapasitas pengisian secara alamiah. Akibat pemompaan yang melebihi kapasitas pengisian secara alamiah maka telah terjadi penurunan muka air tanah secara terus menerus di cekungan Jakarta. Sampai dengan tahun 1910 tekanan hidrostatika yang dimiliki airtanah (piezometric head) masih melebihi tekanan atmosfer (muka airtanah sekitar 10 m diatas muka laut).

Penurunan muka airtanah secara tajam terutama terjadi sejak periode 1970-an. Data tahun 1985 menunjukkan kedudukan muka airtanah di beberapa tempat sudah mencapai 30 m di bawah permukaan laut. Dalam kurun waktu 10 tahun antara tahun 1975-1985 penurunan muka airtanah mencapai 15 m. Penurunan ini mempunyai beberapa dampak diantaranya adalah terhadap biaya eksploitasi. Kerugian ekonomis yang berupa penambahan biaya pembuatan sumur adalah Rp 0,250 milliar dan dengan debit pemompaan yang diperkirakan sekitar 100 juta m3 per tahun maka kerugian ekonomis yang berupa penambahan biaya operasi pemompaan adalah Rp 1,122 milliar per tahun.”

Ø Keputusan Menteri energy dan sumber daya mineral th 2000

Dari hasil penelitiannya dan fakta yang ditunjukkan maka terbitlah KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 yang terdiri dari 3 lampiran dan membahas khusus tentang Air tanah baik cara pengambilan data, prosedur dan teknik pengolahan sampai dengan pendayagunaan dan konservasinya.

Ø Penelitian Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda

Kota Tangerang, Propinsi BantenAdanya keputusan menteri tentang penginventarisasian dalam poin pasal 4 yaitu sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer, pengambilan air bawah tanah dan pengelolaannya mendorong diadakannya penelitian Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi Banten.

Secara geologis, Kecamatan Batuceper dan Benda, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta bagian barat, yang tersusun atas endapan aluvium pantai, endapan delta dan sebagian tersusun atas material gunung api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan pola pengaliran air tanah baik dangkal maupun dalam, yang menjadi salah satu dasar untuk menentukan model geometri akuifer sebagai tempat menyimpan dan mengalirnya air tanah, dan selanjutnya digunakan untuk mengidentifi kasi konservasi air tanah.

Penelitian tersebut dilakukan dengan pendekatan survei geolistrik, pengamatan hidrogeologi di lapangan, dan data pemboran. Lebih dari 98% air yang ada di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah yang lazim disebut air tanah, dan 2% sisanya berupa air permukaan seperti sungai, danau dan reservoir. Setengah dari 2% air permukaan tersimpan dalam reservoir buatan. Air tanah memiliki peran sangat penting karena merupakan sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak, seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi, dan pertambangan. Diperkirakan 70% kebutuhan air bersih penduduk dan 90% kebutuhan air industri berasal dari air tanah.

Eksploitasi air tanah harus dilakukan dengan hati-hati serta mempertimbangkan keseimbangan antara discharge area (daerah lepasan) dan recharge area (daerah imbuhan/ pengisian) agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Sebelum melakukan eksplorasi dan eksploitasi air tanah perlu dilakukan deteksi untuk mengetahui tempat keberadaan air tanah, potensi airnya, dan debitnya.

Air tanah merupakan komponen dari suatu daur hidrologi yang melibatkan berbagai aspek, baik biogeofisik, politik maupun sosial budaya yang menentukan keberadaan air tanah di suatu daerah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau) yang meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah imbuhan yang selanjutnya mengalir menuju daerah lepasan.

Aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan sangat lambat, memerlukan waktu puluhan hingga ribuan tahun, bergantung pada jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui, namun jika dibandingkan dengan umur manusia, air tanah dapat digolongkan sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan.

Ditinjau dari sistemnya, akuifer terdiri atas akuifer tidak tertekan atau populer di masyarakat sebagai air tanah dangkal (soil water) dan akuifer tertekan atau dikenal sebagai air tanah dalam (ground water). Pada penelitian ini didapat nilai daya hantar listrik pada akuifer dangkal memiliki nilai antara 500 – 6250 μS/cm, dan pada akuifer dalam memiliki nilai daya hantar listrik antara 750 – 2600 μS/cm. Besarnya nilai daya hantar listrik tersebut menunjukkan bahwa kedua kecamatan tersebut merupakan daerah luahan (discharge zone). Akuifer dalam yang berkembang pada daerah kajian adalah akuifer produktif dengan aliran melalui ruang antarbutir.

Akuifer dalam yang merupakan akuifer tertekan ini memiliki daerah resapan (recharge area) di luar wilayah daerah kajian. Sedangkan akuifer dangkal yang berkembang pada kecamatan ini adalah akuifer produktif dengan aliran melalui ruang antarbutir. Akuifer dangkal yang merupakan akuifer bebas ini memiliki daerah resapan (recharge area) di atas akuifer itu sendiri. Untuk mendukung kesinambungan akuifer ini, sebaiknya pada daerah kajian terdapat seluas mungkin lahan hijau. Perlunya pembatasan lahan beton dan sebanyak mungkin dibuat sumur serta parit resapan.

Air tanah dangkal umumnya berada pada kedalaman kurang dari 40 m dari permukaan tanah. Air tanah dangkal sangat mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat, karena antara air tanah dangkal dan air yang ada di permukaan tanah tidak dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Jika terjadi hujan, air yang meresap ke dalam tanah akan langsung menambah air tanah ini.

Disebut air tanah dalam karena keberadaannya cukup dalam di bawah permukaan tanah, sehingga untuk memanfaatkannya harus menggunakan bor. Air tanah dalam berada pada kedalaman 40-150 m atau lebih. Akuifer ini tidak dipengaruhi oleh kondisi air permukaan setempat, karena antara air tanah dalam dan air yang ada di permukaan tanah dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Air tanah dalam berasal dari daerah resapan yang bertopografi tinggi.

Berdasarkan pendugaan geolistrik, pada daerah kajian terdapat dua jenis akuifer, yaitu akuifer dangkal yang berada di atas kedalaman 50 m bmt (di bawah permukaan tanah) dan akuifer dalam yang berada di bawah kedalaman 50 m bmt. Di kecamatan ini diperoleh hasil bahwa akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki permukaan air tanah antara 2 – 10 m di bawah permukaan tanah setempat (bmt), sedangkan pada akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) diperoleh permukaan air tanah antara 40 m – 60 m (bmt). Hasil pengukuran permukaan air secara rinci ditampilkan dalam bentuk kontur permukaan air tanah.

Potensi air tanah di suatu cekungan sangat bergantung pada porositas dan kemampuan batuan untuk meloloskan dan meneruskan air. Di Indonesia terdapat 263 cekungan air tanah dengan total kandungan air 522,2 miliar m3/tahun, 72 cekungan di antaranya terdapat di Jawa dan Madura dengan kandungan air 43,31 miliar m3/tahun. Intensitas pengambilan air tanah yang cukup tinggi dan melampaui jumlah rata-rata imbuhannya akan menurunkan muka air tanah dan mengurangi potensi air tanah di dalam akuifer. Bila ini terjadi maka berbagai dampak negatif akan muncul, seperti intrusi air laut, penurunan kualitas air tanah, dan terjadinya tanah ambles.

Satuan dataran aluvium pantai terbentuk dari endapan pematang pantai, endapan rawa pasang surut, dan endapan dataran banjir. Sebaran satuan ini terhampar seluas sekitar 10% di bagian utara daerah kajian.

satuan Pasir Tufan

Satuan dataran aluvium sungai terdapat di bagian barat daerah kajian seluas sekitar 5%. Aliran sungai berarah selatan-utara, setempat membentuk pola dendritik, dan secara umum berpola sejajar. Satuan ini terbentuk oleh endapan batuan sedimen berupa lempung lanauan, tuf, dan batu pasir tufan.

Satuan dataran vulkanik terdapat pada bagian tengah, selatan, dan timur daerah kajian seluas hampir 85%. Dari luas daerah lahan yang telah ditentukan tadi mengisyaratkan bahwa dominan dari lahan penelitian merupakan satuan dataran vulkanik.

Air tanah dalam dapat dideteksi dengan menggunakan alat resistivity meter/terameter melalui survey geolistrik. Terameter bekerja dengan cara menembakkan arus listrik ke dalam tanah dengan memakai elektrode kemudian mengukur nilai hambatannya. Alat ini dapat menunjukkan material di bawah permukaan bumi pada kedalaman lebih dari 100 m tanpa melalui pengeboran.

Survei geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk menduga kondisi geologi di bawah permukaan tanah, terutama jenis, dan sifat batuan berdasarkan sifat-sifat kelistrikan batuan. Data sifat kelistrikan batuan atau tahanan jenis dikelompokkan dan ditafsirkan dengan mempertimbangkan data kondisi geologi setempat. Sifat kelistrikan batuan dapat berbeda antara lain karena perbedaan mineral penyusunnya, porositas dan permeabilitas batuan, kandungan air, dan suhu. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tersebut, kondisi air tanah dalam di suatu daerah dapat diinterpretasi dengan melokalisir lapisan batuan yang berpotensi air tanah.

Pengolahan dan penghitungan data lapangan untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang

sebenarnya, serta interpretasi kedalaman dan ketebalannya dilakukan menggunakan perangkat lunak komputer. Berdasarkan nilai tahanan jenis sebenarnya, dapat diinterpretasi jenis batuan, kedalaman, ketebalan, dan kemungkinan kandungan air bawah tanahnya. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran daerah-daerah yang berpotensi mengandung air tanah serta dapat ditentukan titik-titik pemboran.

Untuk membatasi zona yang berpotensi mengandung air tanah, dilakukan analisis spasial dengan memadukan peta ketebalan akuifer dan overburden, peta kemiringan lereng (slope), peta kelurusan (lineament), dan peta drainase sehingga menghasilkan peta potensi air tanah.

Morfologi pada endapan aluvium pantai umumnya datar sampai sedikit bergelombang. Dari segi kuantitas, air tanah pada endapan aluvium pantai dapat menjadi sumber air tanah yang baik, terutama pada lensa-lensa batu pasir lepas. Namun demikian, dari segi kualitas air tanah pada akuifer endapan aluvium pantai tergolong buruk yamg ditandai dengan bau, warna kuning, keruh karena tingginya kandungan garam, besi, serta mangan (Fe dan Mn).

Akan tetapi kualitas air tanah yang baik umumnya dapat dijumpai pada endapan akuifer aluvium pantai berupa akuifer tertekan. Kondisi air tanah endapan aluvium pantai banyak ditentukan oleh geologi di hulunya. Endapan aluvium ini dapat menjadi tebal jika cekungan yang membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi oleh sesar/patahan turun. Akuifer pada sistem ini tersusun oleh endapan pasir halus yang belum terkompaksi dan setempat terdapat air tanah segar.

Produktivitas akuifer adalah kemampuan akuifer menghasilkan air bawah tanah dalam jumlah tertentu. Muka air bawah tanah adalah permukaan air bawah tanah didalam sumur dihitung dari muka tanah setempat atau muka laut. Peta hidrogeologi skala > 1 : 100.000 adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan pelamparan akuifer dan non akuifer bersama-sama dengan kondisi geologi, curah hujan, tampilan air permukaan, kemungkinan luah sumur dan hidrokimia pada akuifer endapan permukaan dan akuifer batuan dasar, untuk memahami rezim air bawah tanah suatu daerah/ wilayah/kawasan.

Peta konservasi cekungan air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan pengaturan kedalaman penyadapan, pembatasan debit sumur produksi, pengaturan peruntukan pemanfaatan, serta zonasi kondisi air bawah tanah aman, rawan, kritis atau rusak. Peta buaian muka air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan perbedaan kedudukan muka air bawah tanah pada akuifer tidak tertekan pada saat kedudukan kedalaman maksimum dan minimum suatu daerah/wilayah/kawasan.

Peta jaringan aliran air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan lebar akuifer, garis kesamaan muka air bawah tanah, arah aliran air bawah tanah serta jumlah air bawah tanah pada setiap segmen aliran air bawah tanah suatu daerah/wilayah/kawasan. Pola pengaliran air tanah pada dua kecamatan tersebut relatif ke arah timur, dan terbentuk depresi konus aliran air tanah, terutama di kota Tangerang. Kondisi demikian menunjukkan dua penyebab yang memungkin, yaitu perkembangan lensa-lensa yang secara alamiah terbentuk pada daerah tersebut, atau pengambilan air tanah yang berlebihan di zone tersebut.

Pembagian sistem akuifer juga didasarkan kepada satuan unit bentuk lahan, dimana sistem akuifer yang terdapat di daerah penelitian adalah sistem akuifer dataran aluvial, sistem akuifer lembah antar perbukitan, dan sistem akuifer lereng kaki antar perbukitan. Sistem akuifer tersebut memiliki ketersediaan airtanah yang potensial, dimana keterdapatan perlapisan akuifer relative cukup tebal dari berbagai material penyusun pembentuk akuifer (pasir, kerikil, kerakal, dan aluvium). Material penyusun tersebut dipengaruhi adanya proses geomorfologi yang bekerja pada setiap satuan bentuk lahan.

Ø Cara lain dalam pencarian air bawah tanah

Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kesulitan air di daerah yang tergolong kering adalah memompa sumur air tanah dalam. Namun, untuk mencarinya bukan hal yang mudah.
Untuk mencari sumber air tanah dalam dibutuhkan sentuhan teknologi modern.

Salah satu yang disodorkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) adalah dengan pendeteksian gas radon. Gas radon secara alami akan keluar lewat celah bebatuan. Dengan detektor radon di permukaan tanah, gas radon itu akan terlacak. Adanya gas radon mengindikasikan adanya celah bebatuan yang memungkinkan dilakukan pengeboran, tutur Kepala Pusat Bahan Galian Nuklir Batan Johan Barata.

Langkah berikutnya adalah menerapkan teknik geolistrik untuk menentukan kedalaman akuifer atau lapisan yang menampung air. Dalam hal ini, arus listrik dialirkan ke dalam bumi.

Pola arus listrik akan melewati tiap-tiap lapisan di bawah tanah ini yang tampak pada grafik pada layar monitor dapat mengindikasikan lokasi kedalaman lapisan akuifer dan potensi air di dalamnya.



Alat geolistrik ini dapat mendeteksi sumber air hingga kedalaman 450 meter. Namun, pemompaan air pada sumber sedalam itu dengan pompa yang ada saat ini tidak ekonomis, ujar Johan. Dengan pompa pendam di lubang bor (submersible) maksimum kedalaman air yang dapat diangkat, 250 meter.


Pencarian sumber air tanah dalam dengan teknik deteksi radon telah diterapkan paling awal tahun 2000 ketika Batan memulai program Iptek Daerah di Madura, antara lain di Sumenep dan Bangkalan, hingga menemukan delapan titik sumber air tanah dalam.

Ø Masalah yang muncul setelah diadakan penelitian

RABU, 19 AGUSTUS 2009

Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini sudah memasuki zona kritis hingga rusak akibat eksploitasi air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus perlu segera dicarikan penanganannya.
”Kondisi cekungan air tanah Jakarta yang mencover 3 Provinsi (DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat) saat ini kondisinya sangat kritis akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan hingga mencapai 40%, seharusnya maksimum hanya 20% agar tidak terjadi intrusi air laut ke daratan”, ujar Kepala Badan Geologi, R. Sukhyar di acara “Coffee Morning” sekaligus Penyerahan Data-Data Hasil Kegiatan Badan Geologi (13/8).
Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam, kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah, potensi air tanah (dalam) 52 juta m3/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21 juta m3/thn (40%).


Melakukan eksploitasi air tanah harus memperhatikan ketersediaannya dalam lapisan batuan dan cekungan air tanah (CAT). Pengambilan air tanah tanpa memperhatikan kaidah-kaidah yang disarankan akan menimbulkan perubahan pada cekungan air tanah dan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti amblesan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.
Menteri ESDM beberapa waktu lalu pada Lokakarya “Pendayagunaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah” di Gedung Prof Sudarto, Universitas Diponegoro Semarang (27/6) mengatakan, untuk mencegah dampak negatif yang timbul akibat eksploitasi air tanah yang tidak terkendali disarankan pertama, melindungi daerah imbuhan air tanah untuk mencegah terjadinya penurunan pembentukan air tanah. Kedua, mengendalikan pengambilan air tanah di daerah lepasan (groundwater discharge area) untuk mencegah penurunan ketersediaan air, menggunakan air tanah seefektif dan seefisien mungkin dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Ketiga, mengelola kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara terpadu. Dan keempat, terus melakukan sosialisasi mengenai pentingnya mengelola air tanah yang berorientasi pada kelestarian lingkungan.

Ø Pengelolan

Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya. Dari penelitian tersebut mengisyratkan adanya upaya untuk melakukan konservasi air bawah tanah pada daerah Batuceper, Tangerang.

Pemerintah telah membuat sumur pantau, sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah.

1. Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas :

a. fungsi sosial dan nilai ekonomi;

b. kemanfaatan umum;

c. keterpaduan dan keserasian;

d. keseimbangan;

e. kelestarian;

f. keadilan;

g. kemandirian;

h. transparansi dan akuntabilitas publik.

Teknis pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah:

1. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

2. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Propinsi atau Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi dari Gubernur.

3. Teknis pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan :

a. inventarisasi;

b. perencanaan pendayagunaan;

c. konservasi;

d. peruntukan pemanfaatan;

e. perizinan;

f. pembinaan dan pengendalian;

g. pengawasan.

Pada pasal 4 tentang inventarisasi air bawah tanah yang dikeluarkan ada dalam keputusan menteri energi dan sumber daya mineral nomor : 1451 K/10/MEM/2000 menyebutkan bahwa:

1. Kegiatan Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang meliputi :

a. sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer;

b. kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area);

c. karakteristik akuifer, dan potensi air bawah tanah;

d. pengambilan air bawah tanah;

e. data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.

2. Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik negara yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

3. Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan Pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya.

4. Inventarisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.

5. Pelaksanaan kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri.

Pengambilan air bawah tanah perlu dilakukan secara terkendali dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan, kesinambungan ketersediaan, keadilan dan kelestarian air bawah tanah beserta lingkungan keberadaannya. Salah satu aspek penting dalam pengendalian air bawah tanah adalah penentuan debit pengambilan yang diperbolehkan, oleh karena itu diperlukan pedoman penentuan debit pengambilan air bawah tanah. Untuk menentukan debit air bawah tanah pada akuifer tidak tertekan dan tertekan, yaitu:

· PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH PADA AKUIFER TIDAK TERTEKAN

Penentuan debit pengambilan air bawah tanah pada akuifer tidak tertekan dengan mempertimbangkan :

1. Peta Hidrogeologi Skala > 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secara kualitatif / semi kuantitatif mengenai satuan hidrogeologi dan kemungkinan luah sumur pada akuifer tidak tertekan dan hidrokimia air bawah tanah tidak tertekan;

2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala > 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi secara semi-kuantitatif / kuantitatif mengenai kedalaman akuifer tidak tertekan, muka air bawah tanah tidak tertekan, debit optimum dan jarak antar sumur, dan mutu air bawah tanah tidak tertekan.

  • PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH PADA AKUIFER TERTEKAN.

Penentuan debit air bawah tanah pada akuifer tertekan dengan mempertimbangkan :

1. Peta Hidrogeologi Skala > 1: 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secara kualitatif/semi kuantitatif mengenai satuan

hidrogeologi dan kemungkinan luah sumur pada akuifer tertekan dan hidrokimia air bawah

tanah tertekan;

2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala > 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi secara semi-kuantitatif/kuantitatif mengenai kedalaman akuifer tertekan, muka air bawah tanah tertekan, debit optimum dan jarak antar sumur, dan mutu air bawah tanah tertekan;

3. Peta Jaringan Aliran Air Bawah Tanah Tertekan Skala > 1 : 50.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi rinci mengenai lebar akuifer, garis kesamaan muka air bawah tanah, arah aliran air bawah tanah serta jumlah aliran air bawah tanah pada setiap segmen;

4. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah Tanah Skala > 1 : 50.000

Peta ini khusus digunakan pada daerah yang pengambilan air bawah tanahnya intensif. Dari peta ini dapat diperoleh informasi mengenai daerah-daerah yang pengambilan air bawah

tanah pada akuifer tertekan yang perlu dibatasi;

5. Hasil Uji Pemompaan

Dari hasil analisis data uji pemompaan dapat diperoleh informasi mengenai debit optimum pengambilan air bawah tanah pada akuifer tertekan sesuai kondisi air bawah tanah setempat.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, debit maksimum pengambilan air bawah tanah pada akuifer tertekan yang diperbolehkan adalah sama dengan pengambilan yang menyebabkan penurunan muka air bawah tanah hingga kedalaman bagian atas lapisan penekan (confining layer), yaitu lapisan kedap air atau lapisan lambat air yang menutupi akuifer tertekan tersebut.

Sedangkan pada pasal 8 KEPMEN th 2000 tentang upaya konservasinya, yaitu:

1. Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau.

2. Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah lintas Propinsi dan atau Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.

3. Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing menetapkan jaringan sumur pantau pada cekungan air bawah tanah dalam satu wilayah Kabupaten/Kota.

Ø Pendayagunaan air bawah tanah

1. Pendayagunaan air bawah tanah adalah pemanfaatan air bawah tanah secara optimal dan berkelanjutan.

2. Daerah imbuh air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses pengimbuhan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka preatik lebih tinggi dari pada muka pisometrik;

3. Daerah lepasan air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses pelepasan air bawah

tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka preatik lebih rendah dari pada muka pisometrik;

4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar

dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan pengambilan air bawah tanah yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.

5. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan pengambilan air bawah tanah.

6. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan pengambilan air bawah tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Administrator. 2009. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor: E-mail: balitklimat@yahoo.com

Adminnistrtor. Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta Kritis, (Online), (http:// ESDM.go.id diakses tanggal 12 November 2009)

Wati, Yuni Ika. Cekungan Jakarta, (Online), (http://digilib-ampl.net diakses tanggal 12 November 2009)

Sumawijaya, Nyoman. 1994. Prosiding Tridasawarsa Puslitbang Geoteknologi-LIPI. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI mengungkapkan pada tahun.

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000

Jimmy Wales. 2008. Provinsi Tangerang, (Online), (http://Id.wikipedia.com/provinsi tangerang.html).

ANALISIS JURNAL GEOMORFOLOGI

Analisis ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Geomorfologi Umum

yang dibimbing oleh Bapak Drs. Sudarno Herlambang, M.Si

Oleh:

Rosalia Afin Annisakh

(208351412412)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN GEOGRAFI

Desember, 2009

Copyright 2009 Geograph Lecture
Free WordPress Themes designed by EZwpthemes
Converted by Theme Craft
Powered by Blogger Templates